Tindak Pidana Praktik Bank Gelap

Kejahatan perbankan (fraud banking) adalah kejahatan yang pelaksanaannya berkaitan dengan industri perbankan, baik secara kelembagaan, perangkat, dan produk perbankan yang dapat melibatkan nasabah sebagai pelaku maupun korban. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengatur bahwa terdapat tiga belas macam tindak pidana perbankan. Ketiga belas macam delik perbankan tersebut, dikategorikan menjadi empat macam yaitu:

  • Tindak pidana berkaitan perizinan (bank gelap)
  • Tindak pidana yang berkaitan dengan rahasia bank
  • Tindak pidana yang berkaitan dengan pengawasan dan pembinaan
  • Tindak pidana yang berkaitan dengan usaha bank.

Tindak pidana berkaitan perizinan atau biasa dikenal dengan istilah “bank gelap”. Bank gelap merupakan usaha yang dilakukan oleh suatu badan atau perorangan dengan cara menarik dana dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia, yang kini telah beralih ke lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Suatu praktek kegiatan usaha perbankan dapat dikategorikan sebagai bank gelap apabila memenuhi beberapa kategori yaitu:

  1. Praktik kegiatan usaha perbankan tanpa mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan;
  2. Praktik kegiatan usaha “bank dalam bank”, contohnya adalah ketika seorang karyawan bank menjalankan usaha bank (memberikan pinjaman dari dan/atau menampung dana kepada masyarakat) melalui rekening atas namanya, dengan penerima keuntungan dari rekening tersebut adalah nasabah lain;
  3. Kegiatan investasi yang mengarah pada kegiatan usaha perbankan tanpa izin, seperti bisnis Multi-Level marketing yang memberikan fasilitas kredit/peminjaman uang kepada anggotanya;
  4. Penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dengan menjanjikan bunga simpanan atas dana nasabah yang tidak wajar. Contohnya adalah koperasi yang memberikan bunga yang jauh lebih tinggi daripada perbankan pada umumnya, terhadap fasilitas simpan pinjam anggotanya.
  5. Menjanjikan keuntungan investasi yang tidak wajar (investasi dalam jangka waktu dekat dengan keuntungan yang sangat besar). Hal tersebut dapat berupa pendapatan, imbal hasil, dan/atau profit sharing, baik dalamk bentuk persentase maupun dalam bentuk jumlah nominal tanpa kejelasan perhitungan investasi dan latar belakang asal keuntungan tersebut.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, praktek bank gelap sangat dilarang dan dikategorikan sebagai tindak pidana, hal ini karena bank gelap ini dapat menimbulkan dampak negatif yaitu mengurangi kepercayaan masyarakat kepada bank yang sah, sehingga dapat menghambat usaha perbankan karena kunci dari usaha perbankan adalah kepercayaan (trust). Oleh karena itu pemidanaan terhadap pelaku pidana bank gelap diatur di dalam UU Perbankan yaitu:

Pasal 46 ayat (1)  UU Perbankan yang diubah pada UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan :

“Setiap Orang yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan tanpa izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah).

Selanjutnya, Pasal 46 ayat (2) UU Perbankan menyebutkan:

“Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, Perserikatan, Yayasan atau Koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya”.

Selain itu terdapat beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi menjerat para pelaku tindak pidana bank gelap, yaitu:

Pasal 372 KUHP

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 900 ribu”.

Pasal 374 KUHP

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”.

Referensi

  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
  • Baidi, R., & Yuherawan, D. S. B. (2023). Pertanggungjawaban Tindak Pidana Perbankan Perspektif Hukum Pidana dan Undang-Undang Perbankan. Journal Justiciabellen3(1).

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *