Adanya investasi online memudahkan masyarakat untuk menginvestasikan harta kekayaannya, cukup dengan mengakses situs-situs yang menawarkan investasi. Hal ini dirasa lebih praktis dibandingkan dengan investasi secara langsung atau offline. Meskipun demikian pemanfaatan perkembangan teknologi untuk melakukan investasi online mempunyai dampak negatif pada investor. Mengingat investasi online dilakukan tanpa adanya tatap muka secara langsung dan tidak saling mengenal antara investor dengan perusahaan yang menawarkan investasi maka dapat dikatakan bahwa investasi online ini hanya didasarkan atas rasa kepercayaan dari para pihak. Permasalahan yang dapat terjadi dalam hal investasi online adalah munculnya investasi fiktif.
Kemungkinan masalah yang timbul dalam Investasi Online:
- Investor yang dalam hal ini sebagai konsumen tidak dapat langsung mengidentifikasikan secara jelas hal yang menjadi obyek investasi;
- Ketidakjelasan informasi tentang produk investasi dan/atau tidak ada kepastian apakah investor telah memperoleh informasi yang layak atau yang dibutuhkan untuk mengambil Keputusan dalam suatu investasi;
- Tidak jelasnya status subjek hukum dari pelaku usaha investasi;
- Tidak ada jaminan keamanan berinvestasi dan privasi serta penjelasan terhadap resiko-resiko yang berkenaan dengan sistemm investasi yang digunakan;
- Pembebanan resiko yang tidak berimbang antara investor dan pelaku usaha investasi, karena pada umumnya dalam investasi online setelah penyerahan uang/modal yang dilakukan oleh investor, belum tentu hasil investasi(return) akan menyusul kemudian karena tidak ada jaminan penerimaan return.
- Investasi yang bersifat lintas batas negara menimbulkan pertanyaan mengenai yurisdiksi hukum negara mana yang sepatutnya dilakukan.
Investasi Fiktif merugikan masyarakat melakukan penipuan dimana pelaku akan memberi gambaran palsu kepada investor agar berinvestasi kepada perusahaan itu dan memberi iming-iming keuntungan yang berlipat dengan modal rendah dalam waktu singkat sehingga perusahaan itu mendapat keuntungan dari uang pendaftaran investor baru. Korban dalam investasi fiktif ditawarkan untuk menanamkan sejumlah dana yang akan digunakan sebagai modal bisnis atau dikembangkan melalui suatu sarana investasi tertentu yang sebenarnya tidak ada.
Praktek investasi fiktif, merupakan suatu pelanggaran hukum. Investasi fiktif sudah sering terdengar dalam dunia pasar modal di Indonesia, tetapi belum ada aturan khusus dalam perundang-undangan yang mengatur. Namun pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang informasi dan transaksi elektronik untuk mengoptimalkan pembangunan teknologi informasi secara, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Maraknya penipuan investasi di Indonesia salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap sektor keuangan, khususnya investasi yang legal. Penipuan investasi atau investasi aktif merupakan tindakan pengambilan harta atau barang milik orang lain demi keuntungan diri sendiri. Pelaku tindak pidana penipuan investasi fiktif secara online ini dapat dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang perbuatan curang, yang berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang rnaupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Investasi fiktif ini telah menimbulkan keresahan dan kerugian yang dialami oleh masyarakat. Kerugian yang dialami oleh korban Investasi Fiktif melalui Media Online dapat dimintakan ganti rugi melalui mekanisme Restitusi.
Aparat penegak hukum berusaha semaksimal mungkin untuk menjerat para pelaku tindak pidana investasi fiktif tersebut sesuai dengan ancaman pidana yang ada. Berdasarkan Pasal 98 KUHAP:
(1) “Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.
(2) “Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambatlambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan”.
Penggunaan mekanisme Pasal 98 KUHAP ini diharapkan dapat membantu pemulihan kerugian para korban kejahatan investasi fiktif. Sehingga, proses penegakan hukum tidak saja berorientasi pada penghukuman terdakwa, tetapi juga berkontribusi memulihkan kerugian masyarakat yang menjadi korban langsung dari kejahatan investasi fiktif ini.
Korban investasi fiktif bisa mendapat ganti rugi melalui restitusi dan hal ini dijamin oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Permohonan restitusi dapat dilakukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana /atau dalam hal penuntut umum tidak hadir, permohonan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan. Korban tindak pidana investasi fiktif berhak memperoleh restitusi berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan berdasarkan Pasal 7A ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, yaitu: (1) “Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa:
- Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan;
- Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/atau
- Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis”.
Permohonan restitusi diajukan secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah penulisan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dan ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya. Lalu pemohonan tersebut diajukan kepada Ketua/Kepala Pengadilan, baik secara langsung maupun melalui LPSK, penyidik, ataupun penuntut umum. Apabila pengajuan restitusi dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang sebagai pemohon, maka dapat mengajukan penggabungan permohonan. Jika pelaku dari tindak pidana tersebut mencapai lebih dari 1 (satu) orang dan persidangan dilakukan secara terpisah, maka Ketua/Kepala Pengadilan harus menunjuk Hakim yang sama dalam mengadili persidangan perkara tersebut.
Referensi:
- Sashri, Nadia Rachel Dwinanda, Erdianto dan Evi Deliana HZ. (2023). Pemulihan Kerugian Korban Oleh Pelaku Tindak Pidana Penipuan Investasi Fiktif Melalui Media Online Berdasarkan Hukum Indonesia. Jurnal Multilingual, 3(4).
- Salsah, Kirana & Dirakareshza, Rianda. (2023). Restitusi Sebagai Perlindungan Hukum Bagi Korban Ivestasi Ilegal Pada Platform Aplikasi Investasi Ilegal. Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- UU Nomor 32 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Hi, this is a comment.
To get started with moderating, editing, and deleting comments, please visit the Comments screen in the dashboard.
Commenter avatars come from Gravatar.