Apakah Korporasi atau badan usaha bisa dimintakan pertanggungjawaban

Secara tradisional, hukum pidana hanya mengenal orang/manusia sebagai subyek hukum. Namun dengan berkembangnya zaman, korporasi banyak masuk dalam lini kehidupan masyarakat dan memiliki pengaruh yang kuat. Korporasi-korporasi ini terkadang dalam melakukan aktifitasnya tak jarang melakukan kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat. Permasalahan-permasalahn  tersebut dapat menimbulkan  pertanyaan di benak masyarakat: apakah korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dan dipidanakan?

Apa itu korporasi

Sebelum lebih jauh membahas hal tersebut ada baiknya kita mengenal apa itu korporasi. Kata “korporasi” dalam bahasa Belanda disebut sebagai “corporatie,” dalam bahasa Inggris disebut “corporation,” dan dalam bahasa Jerman disebut “corporation”. Semua istilah tersebut berasal dari kata “corporation” dalam bahasa Latin. Secara substansi, kata “corporation” berasal dari kata “corporare” yang digunakan oleh orang-orang pada abad pertengahan atau setelahnya. Kata “corporare” sendiri berasal dari kata “corpus”, yang berarti badan atau memberikan badan. Dengan demikian, “corporatio” adalah hasil dari pekerjaan memberikan badan atau membadankan.

Korporasi dalam Peristilahan Hukum Perdata

Istilah korporasi dalam bidang hukum perdata umumnya dikenal sebagai badan hukum, reacht persoon (Belanda), dan legal entities (Inggris). Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai peristilahan badan hukum. Utrecht menyebut bahwa badan hukum adalah setiap pendukung hak dan kewajiban yang tidak berjiwa atau bukan manusia. Menurut Sudikno Mertokusumo, badan hukum adalah sekelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat dikenakan hak dan kewajiban.

Sedangkan menurut Subekti, badan hukum adalah perkumpulan yang hak-hak yang dapat melakukan dan menentukan sesuatu layaknya seorang manusia, serta memiliki kekayaannya tersendiri yang dapat menggugat dan digugat di depan hakim. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa badan hukum adalah orang yang diciptakan oleh hukum yang memiliki kemampuan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum dan memiliki kekayaan tersendiri.

Korporasi dalam Peristilahan Hukum Pidana

Penggunaan istilah korporasi dalam ilmu hukum pidana digunakan lebih luas ketimbang dalam hukum perdata.  Hal ini karena hukum perdata membatasi pengertian korporasi sebagai badan hukum seperti perseroan terbatas. Sedangkan hukum pidana memperluas makna korporasi tidak hanya terbatas pada badan hukum melainkan juga badan usaha seperti CV.

Contoh dari perluasan makna korporasi dalam hukum pidana terdapat pada Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang berbunyi “Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum”.

Teori Pertanggungjawaban Korporasi

  1. Teori Strict Liability

Teori strict liability adalah teori pertanggungjawaban tanpa kesalahan (mens rea). Dalam prinsip ini, subyek hukum dapat dimintakan pertanggungjawaban tanpa adanya keharusan untuk membuktikan adanya kesalahan pada pelaku tindak pidana. Jika teori ini dikaitankan dengan korporasi, maka korporasi dapat dibebankan pertanggungjawaban atas suatu tindak pidana tertentu tanpa harus dibuktikan kesalahannya, yang ditetapkan oleh undang-undang.

  1. Teori Vicarious Liability

Teori vicarious liability atau disebut juga dengan teori pertanggungjawaban pengganti. Dalam teori ini seseorang bisa bertanggung jawab atas kesalahan orang lain. Penggunaan Vicarious liability ini hanya dibatasi pada keadaan tertentu dimana majikan (korporasi) bertanggung jawab atas perbuatan pekerjanya dalam lingkup pekerjaan saja. Rasionalitas dari teori ini adalah majikan memegang kontrol penuh terhadap pekerjanya dan keuntungan yang mereka peroleh secara langsung dimiliki oleh majikannya (korporasi).

  1. Teori Agregasi

Teori agregasi adalah teori yang memperhatikan kesalahan sejumlah orang secara kolektif, yakni orang-orang yang bertindak dan atas nama korporasi atau untuk kepentingan korporasi119. Menurut teori ini, apabila sekelompok orang bertindak dan atas nama korporasi maka korporasi bertanggung jawab atas perbuatan sekelompok orang tersebut.

  1. Teori Direct Criminal Liability

Teori ini dinjelaskan bahwa tindakan dari agen tertentu suatu korporasi, selama tindakan tersebut diatasnamakan untuk korporasi maka tindakan tersebut dianggap dilakukan oleh korporasi itu sendiri.

  1. Teori Cultural Model

Teori tersebut menerangkan bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban dengan melihat prosedur sistem kerja atau budaya korporasi itu sendiri. Menurut teori ini, suatu perbuatan dapat dikatakan perbuatan korporasi ketika dilakukan oleh orang yang ada di dalam korporasi dalam rangka fungsi dan tugasnya dalam lingkup kewenangan korporasi dan tindakan tersebut secara umum dipandang sebagai tindakan korporasinya.

Sanksi Pidana yang Dapat Dikenakan

Dalam beberapa UU pidana khusus di Indonesia, sanksi pokok yang dapat dikenakan kepada korporasi adalah pidana denda. Selain pidana pokok berupa denda, hakim dapat memberikan pidana tambahan  seperti pencabutan izin, perampasan aset, ganti kerugian dan lain-lain. Akan tetapi penjatuhan pidana tambahan tersebut bukanlah kewajiban karena bersifat opsional atau pilihan.

Contoh Kasus Pidana Korporasi

  • Kasus Korupsi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE)

Pada kasus tersebut, PT Duta Graha Indah (DGI) atau yang telah berganti nama menjadi PT Nusa Kontruksi Enjiniring (NKE) divonis bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi pembangunan RS Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Anggaran 2009-2010. Pada putusannya, Majelis Hakim memberikan hukuman pidana berupa pidana denda sebesar Rp 700 juta dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp 85 Milyar, serta mencabut hak perusahaan untuk mengikuti lelang proyek pemerintah selama enam bulan.

  • Kasus PT Giri Jaladhi Wana

Pada kasus tersebut, PT Giri Jaladhi Wana divonis bersalah telah melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan Pasar Sentra Antarasari Banjarmasin pada tahun 2010. Pada putusannya, Majelis Hakim memberikan hukuman berupa pidana denda sebesar Rp 1,3 Milyar dan pidana tambahan  penutupan sementara PT Giri Jaladhi Wana selama enam bulan.

Contoh UU yang Mengakui Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

  • Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara
  • Undang-Undang Nomor undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 

Referensi:

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *