TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI CRYPTOCURRENCY

Tindak pidana pencucian uang melalui aset kripto adalah praktik ilegal di mana individu atau organisasi menggunakan cryptocurrency untuk menyembunyikan atau mencuci uang yang diperoleh secara ilegal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mentransfer dana ilegal ke dalam bentuk cryptocurrency, melakukan transaksi yang kompleks untuk menyamarkan jejak uang tersebut, dan kemudian mengonversinya kembali ke mata uang tradisional tanpa meninggalkan jejak yang jelas.

Risiko pencucian uang dalam aset kripto adalah masalah yang serius yang perlu diperhatikan. Karena transaksi kripto sering kali anonim dan sulit dilacak, hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mencuci uang hasil kegiatan ilegal. Oleh karena itu, penting bagi para pengguna aset kripto untuk mematuhi regulasi anti pencucian uang dan melakukan transaksi dengan hati-hati.

“Berdasarkan data Crypto Crime Report ada indikasi pencucian uang dari aset kripto senilai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 139 triliun secara global. Praktik ini melanggar hukum dan dapat memiliki konsekuensi hukum yang serius”.[1]

Pengertian

Aset kripto adalah bentuk aset digital yang menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan transaksi, mengontrol penciptaan unit tambahan, dan memverifikasi transfer aset.

Cryptocurrency, atau mata uang kripto, adalah salah satu jenis aset kripto yang paling populer. Cryptocurrency adalah bentuk uang digital yang menggunakan teknologi blockchain untuk menciptakan dan mengelola unit-unit mata uang virtual. Beberapa contoh cryptocurrency yang terkenal termasuk Bitcoin, Ethereum, dan Litecoin.

Cryptocurrency memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi secara langsung tanpa melalui lembaga keuangan tradisional seperti bank. Transaksi cryptocurrency dicatat dalam blockchain, yaitu buku besar terdesentralisasi yang mencatat semua transaksi yang pernah dilakukan dengan aset kripto tersebut.

Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah mengeluarkan peringatan kepada masyarakat terkait risiko investasi dalam cryptocurrency dan menekankan pentingnya untuk berhati-hati dalam bertransaksi dengan aset digital ini.

Di Indonesia, Mata uang virtual (cryptocurrency) khususnya bitcoin sudah memiliki status resmi sebagai komoditas dan bisa diperdagangkan di bursa berjangka. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang Dapat Dijadikan Subyek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau Kontrak Derivatif Lain yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka.

Mata uang virtual (cryptocurrency) khususnya Bitcoin telah menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, telah membuatnya lebih mudah untuk melakukan transaksi secara aman melalui internet. Namun, disisi lain dapat dieksploitasi untuk memfasilitasi kejahatan dunia maya dan membantu para pelaku kejahatan lebih aman mencuci hasil kejahatannya. Bitcoin adalah contoh mata uang kripto yang telah dieksploitasi karena anonimitas, keamanan, irreversibilitas, dan desentralisasi. Pada akhirnya, Bitcoin dapat berisiko dalam membentuk lingkaran dimana pelaku dan entitas kejahatan memiliki aliran dana yang konstan.

Peraturan ini memberi ruang pengembangan usaha inovasi komoditas digital, kepastian berusaha di sektor digital, serta memberi kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, termasuk dana nasabah atau pengguna aset kripto. Aturan ini juga memuat ketentuan mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU/PTT).

Dalam konteks pencucian uang, teknologi dengan lanskap finansial Mata uang virtual (cryptocurrency) seperti bitcoin Perpindahan uang ke perbankan online dan teknologi yang memungkinkan adanya remote-desktop membuat manuver dan transfer dana dari akun ke akun jauh lebih populer bagi para pencuci uang. Berdasarkan hal tersebut, bitcoin menjadi salah satu sarana teknologi finansial yang dapat berisiko terjadinya kejahatan.

Tindak Pidana dalam Penggunaan Aset kritpo atau Cryptocurrency

  1. Anonimitas: Transaksi menggunakan cryptocurrency dapat dilakukan secara anonim, sehingga memudahkan pelaku tindak pidana untuk menyembunyikan jejak transaksi ilegal mereka.
  2. Pencucian Uang: Cryptocurrency sering digunakan untuk mencuci uang hasil kegiatan ilegal, karena transaksi cryptocurrency sulit dilacak dan sulit dilacak.
  3. Ransomware: Penjahat cyber sering menggunakan cryptocurrency sebagai metode pembayaran dalam serangan ransomware, di mana korban harus membayar tebusan dalam bentuk cryptocurrency untuk mendapatkan kembali akses ke data mereka.
  4. Penipuan Investasi: Cryptocurrency juga rentan terhadap penipuan investasi, di mana pelaku menawarkan skema investasi palsu yang menjanjikan keuntungan besar kepada para investor.
  5. Pembelian Barang Ilegal: Cryptocurrency juga digunakan untuk membeli barang ilegal seperti narkoba, senjata, dan barang-barang terlarang lainnya di dark web.

Dalam menghadapi permasalahan ini, pemerintah dan lembaga terkait di berbagai negara telah meningkatkan upaya untuk mengawasi dan mengatur penggunaan cryptocurrency dalam upaya untuk mencegah tindak pidana yang melibatkan aset kripto. Penting bagi pengguna cryptocurrency untuk selalu waspada dan mematuhi regulasi yang berlaku dalam penggunaan aset kripto agar tidak terlibat dalam tindak pidana.

Referensi

  • Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
  • Republik Indonesia. Peraturan Bappebti No. 3 Tahun 2019 tentang Komoditi yang Dapat Dijadikan Subjek Kontrak Berjangka, Kontrak Derivatif Syariah dan/atau Kontrak Derivatif Lainnya yang Diperdagangkan di Bursa Berjangka.
  • https://www.ppatk.go.id/siaran_pers/read/957/risiko-pencucian-uang-dalam-bitcoin.html

[1] https://www.detik.com/sumbagsel/berita/d-7296791/jokowi-soroti-data-soal-pencucian-uang-lewat-aset-kripto-capai-rp-139-t


Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *