Securities Crowdfunding dan Potensi Risiko

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan pendorong ekonomi yang memberikan potensi yang sangat baik di Indonesia. Hal ini dibuktikan kontribusi perokonomian yang saat ini di dominasi oleh pelaku usaha mikro yang ditandai dengan sumbangan pelaku usaha mikro pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB)  mencapai 70%. Namun dalam perkembangan usaha UMKM ini, memiliki beberapa permasalahan dan umumnya adalah masalah pembiayaan yang masih belum menyentuh usaha mikro dan minimnya lembaga keuangan yang mau memberikan pembiayaan kepada UMKM. Sulitnya UMKM mendapatkan pembiayaan terutama dari perbankan karena karakter UMKM sendiri yang umumnya masih belum ada manajemen keuangan yang transparan dan kurangnya kemampuan dalam hal manajerial dan finansial. Selain itu, persyaratan yang harus dipenuhi oleh UMKM dalam permodalan fasilitas kredit dari perbankan belum dapat dipenuhi oleh UMKM sehingga UMKM belum dapat menikmati fasilitas tersebut. Permasalahan ini sering mengakibatkan pelaku UMKM mengambil jalan pintas dengan cara berutang ke mana-mana dan paling parah adalah meminjam kepada para pinjaman online ilegal. Menanggapi permasalahan tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan solusi pembiayaan dengan metode Securities  Crowdfunding.

Securities  Crowdfunding adalah penyelenggaraan layanan penawaran penggalangan dana (efek) secara terbuka dengan menggunakan internet untuk mencari pemodal atau investor yang memiliki perjanjian bersifat finansial seperti profit-sharing, revenue-sharing, atau ketentuan manfaat uang lainnya. Crowdfunding memiliki tujuan  untuk memberikan alternatif pendanaan/modal bagi UMKM dan juga pelaku usaha pemula (Start-Up Company) untuk mendapatkan dana bagi keberlangsungan usahanya melalui pasar modal. Selain dapat membeli saham atau kepemilikan dari UKM dan start-up company, dalam Securities  Crowdfunding, investor juga dapat membeli dalam bentuk obligasi dan sukuk.

Pihak-pihak dalam pelaksanaan Securities  Crowdfunding terbagi menjadi dua, yaitu penyelenggara dan pengguna Securities  Crowdfunding. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 57 /POJK.04/2020, penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Securities  Crowdfunding  (Layanan Urun Dana). Untuk menjadi penyelenggara, penyelenggara haruslah berbentuk PT atau koperasi dengan modal disetor minimum yang diperlukan untuk menjadi penyelenggara yang berbentuk PT adalah Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Di Indonesia sendiri terdapat beberapa penyelenggara kegiatan Securities  Crowdfunding yang tergabung ke dalam sebuah asosiasi yang bernama ALUDI (Asosiasi Layanan Urun Dana) yang anggotanya adalah:

Pengguna Securities  Crowdfunding terbagi lagi menjadi dua yang terdiri dari pemodal atau investor dan penerbit. Pemodal adalah pihak yang melakukan pembelian efek penerbit yang ditawarkan dalam Securities  Crowdfunding. Sedangkan penerbit adalah badan usaha dalam negeri yang berbentuk badan hukum maupun badan usaha lainnya seperti firma, persekutuan perdata maupun persekutuan komanditer.

Penerbit dalam penghimpunan dana melalui Securities  Crowdfunding, penerbit harus memeiliki hal yang mendasari dari penghimpunan dana yang dinamakan “proyek”. Suatu proyek agar mendapatkan pembiayaan haruslah memenuhi beberapa syarat yaitu:

  1. Proyek haruslah memiliki manfaat ekonomis;
  2. Proyek harus dimiliki sendiri atau merupakan perintah dari pihak lain; dan
  3. Penerbitan efek yang berbentuk sukuk, proyek tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal.

Sedangkan bagi pemodal diwajibkan memenuhi beberapa hal sebelum melakukan investasi di Securities  Crowdfunding yaitu:

  1. Memiliki rekening efek pada Bank Kutodian yang khusus untuk menyimpan efek dan/atau dana melalui Securities  Crowdfunding;
  2. Memiliki penghasilan minimal Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pertahun sehingga dapat melakukan investasi maksimal 5% (lima persen) dari pengahasilan tersebut;
  3. Bagi yang berpenghasilan diatas Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), maka dapat melakukan investasi maksimal 10% per tahun.

Sama seperti instrumen investasi lainnya, Securities  Crowdfunding juga memiliki resiko kepada penggunanya, risiko tersebut adalah:

  1. Risiko keterlambatan pengembalian dana

Pada Pasal 34 POJK 57/2020 diatur bahwa apabila jumlah minimum dana dalam penawaran efek tidak terpenuhi, maka penawaran efek tersebut batal demi hukum dan  penyelenggara wajib mengembalikan dana pemodal yang telah disetorkan pada escrow account paling lambat 2 (dua) hari kerja. Jika penyelenggara tidak mengembalikan dana pemodal dalam waktu yang telah ditentukan baik itu secara sengaja maupun tidak sengaja maka pemodal dapat membawa permasalahan ini pada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI).

  • Risiko berubahnya syarat, biaya, manfaat, risiko dan ketentuan yang tercantum pada dokumen/perjanjian

Penyelenggara Securities  Crowdfunding wajib memberikan informasi baik kepada pemodal maupun penerbit jika terjadi perubahan syarat, biaya, manfaat, risiko dan ketentuan yang tercantum pada dokumen/perjanjian paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum diberlakukannya perubahan tersebut. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan tersebut tidak dilakukan pemberitahuan dan dengan perubahan tersebut mengakibatkan kerugian maka baik pemodal dan/atau penerbit dapat membawa permasalahan tersebut kepada BAPMI.

  • Risiko tidak dicatatnya kepemilikan saham pemodal pada daftar pemegang saham oleh penerbit

Penerbit memiliki kewajiban untuk mencatatkan kepemilikan saham pemodal dalam daftar pemegang saham. Jika terjadi kelalaian yang dilakukan oleh penerbit sehingga mengakibatkan tidak tercatatnya saham pemodal maka pemodal dapat mengajukan sengketa ini pada BAPMI.

  • Risiko Penipuan

Umumnya penipuan ini dilakukan dengan cara penyelenggara tidak memberikan status keuangan ataupun penggunaan dana yang didapat dari pemodal tidak sesuai dengan tujuan awal. Jika hal terjadi demikian maka dapat dilakukan gugatan atau pelaporan tindak pidana.

  • Risiko peretasan pada platform penyelenggara dan data pribadi pemodal

Penyelenggara berkewajiban menjalan sistem elektronik secara aman dan bertanggung jawab atas beroprasinya sistem tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang komunikasi dan informatika. Ketika terjadi permasalahan pada risiko ini, maka dapat diselesaikan dengan mengajukan perbuatan melawan hukum pada Pengadilan Negeri.

  • Risiko penggunaan dana pada escrow account dari pembelian efek dari pemodal selain untuk penampungan dana

Pada Pasal 38 ayat (7) POJK 58/2020, mengatur bahwa  escrow account hanya diperbolehkan untuk penampungan dana pembelian efek oleh pemodal dan dilarang digunakan selain fungsi tersebut. Apabila penyelenggara menggunakan dana tersebut selain fungsi tersebut, maka pemodal dapat melakukan tuntutan pidana atas tuduhan tindak pidana penggelapan yang diatur pada Pasal 372 KUHP.

Referensi

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 57 /Pojk.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi.

Hakim, L. (2022). Securities Crowdfunding Sebagai Alternatif Pembiayaan Pada Pelaku Usaha Mikro Dalam Perspektif Teori Hukum Pembangunan. Res Nullius Law Journal, 4(1), 32-41.

Ramadhani, N. I. P., & Dirkareshza, R. (2021). Penyelesaian Sengketa Terhadap Risiko Yang Dihadapi Pemodal Pada Securities Crowdfunding Di Indonesia. Jurnal Ius Constituendum, 6(2), 306-327.

Soemarsono, A. A., & Sofianti, U. D. (2021). Perspektif Hukum Mengenai Penggunaan Securities Crowdfunding pada Masa Pemulihan Ekonomi Akibat Pandemi. Jurnal Hukum Lex Generalis, 2(8), 607-626.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *