Doktrin ultra vires (pelampauan kewenangan) merupakan doktrin yang telah cukup lama dikenal dalam dunia bisnis. Doktrin ini awalnya dikenal pada negara-negara penganut sistem common law. Doktrin ini pertama kali diperkenalkan di Inggris untuk kepentingan statutory company, yaitu company (perusahaan) yang didirikan berdasarkan keputusan parlemen, seperti perusahaan yang didirikan untuk pembangunan rel kereta api. Doktrin ini kemudian berkembang cukup pesat pada pertengahan pertama abad ke 19. Pada saat ini, dengan adanya arus globalisasi dokrtin ini terus menyebar ke berbagai negara dan tidak hanya terbatas pada negara common law tetapi juga negara sistem civil law seperti Indonesia.
Secara umum, ultra vires didefinisikan sebagai pelampauan kewenangan suatu perseroan terbatas terhadap peraturan perundang undangan yang berlaku, ketentuan Anggaran Dasar perusahaan maupun rapat umum pemegang saham. Sedangkan Black’s Law Dictonary memberikan penjelasan sebagai:
“unauthorized; beyond the scopeof power allowed or granted by a corporate charter or by law <the officer was liable for the firm’s ultra vires actions – also termes extra vires. (Pelampauan wewenang, di luar dari kewenangan yang diperbolehkan atau diberikan oleh anggaran dasar atau undang-undang (organ bertanggung jawab atas tindakan ultra vires perusahaannya) – juga memiliki arti extra vires).”
Istilah ultra vires ini, pada penerapannya tidak hanya ketika perseroan melakukan tindakan yang sebenarnya tidak punya kewenangan, melainkan juga tindakan perseroan yang dilakukan secara tidak teratur (irreguler). Bahkan lebih jauh lagi, sebuah tindakan dapat dikatakan ultra vires adalah ketika perbuatan tersebut tidak hanya melampaui kewenangan baik yang tersurat maupun tersirat (dalam Anggaran Dasar), tetapi juga tindakan tersebut bertentangan dengan peraturan yang berlaku atau bertentangan dengan ketertiban umum.
Terminologo ultra vires dipakai khususnya pada tindakan perseroan (Direksi maupun Komisaris) yang melebihi kewenangan sebagaimana anggaran dasarnya atau oleh peraturan yang melandasi pembentukan perseroan tersebut, yaitu:
- Perangkapan jabatan oleh direksi atau komisaris dalam beberapa perusahaan yang masih termasuk dalam satu kelompok usaha, yang memungkinkan terjadinya conflict of interest;
- Tidak memperbarui bentuk-bentuk kebijakan maupun perangkat lainnya, khususnya berkaitan kelengkapan perizinan dari sebuah kegiatan usaha perusahaan;
- Pengelolaan perusahaan yang dijalankan secara konvensional dan tidak berupaya untuk mengikuti perkembangan yang terjadi;
- Tidak terdapatnya penerapan standar akuntansi yang berlaku umum pada sebuah perusahaan;
- Direksi maupun komisaris dalam perusahaan tidak ditunjuk berdasarkan keahlian atas suatu profesi tertentu, tanpa melalui proses fit and proper. Meskipun peraturan perundangan secara umum tidak mengatur pembatasan akan tetapi hal ini bisa mengakibatkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pengurus tidak memiliki obyektifitas yang jelas;
- Praktik nominee arranggement yang dilakukan oleh para pengusaha yang dikarenakan oleh suatu alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan oleh kelompok -kelompok usaha tertentu, sehingga solusi yang dikeluarkan dengan mempergunakan cara-cara yang bersifat sebagai penggelapan hukum;
- Pertentangan antara perusahaan BUMN yang dipertentangkan bahwa perusahaan tersebut secara eksklusif tidak tunduk pada ketentuan perundangan tentang perseroan terbatas dengan menyatakan bahwa aset-aset BUMN adalah kekayaan negara terkait dengan penggunaan dan pengelolaan dananya yang mempengaruhi keuangan negara.
Doktrin Ultra Vires dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas
Doktrin ultra vires dapat dilihat pada:
Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas:
“Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.”
Melihat ketentuan Pasal 2 UU PT di atas, maka dapat disimpulkan bahwa UU PT telah menganut doktrin ultra vires di dalamnya. Hal ini karena Pasal tersebut telah menyebutkan tentang kualifikasi tentang hal-hal yang tidak boleh dilanggar oleh perseroan yaitu tujuan dan maksud usaha, peraturan perundangan dan ketertiban umum.
Selain itu terdapat beberapa pasal yang mengatur doktrin ultra vires yaitu:
Pasal 92 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
“Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.”
Pasal 92 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
“Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.”
Pasal 61 UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
- Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan.
Pasal 97 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
- Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
- Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pelanggaran yang dilakukan direksi dengan melakukan tindakan ultra vires dapat merugikan para stakeholder. Stakeholder yang dimaksud adalah para pemegang saham, manajemen perusahaan dan para pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, yaitu:
- Investor, yang berkepentingan menentukan keputusan investasinya dan menilai kemampuan perusahaan membayar deviden;
- Karyawan, yang berkepentingan untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membalas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja;
- Pemberi Pinjaman (lenders), berkepentingan untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh pinjaman;
- Pemasok dan kreditur lainnya, berkepentingan untuk membantu memutuskan apakah terutang yang dilakukan oleh perusahaan dapat dibayar saat jatuh tempo;
- Pelanggan, berkepentingan untuk mengetahui kelangsungan hidup perusahaan;
- Pemerintah, berkepentingan untuk aspek pajak dan alokasi sumber daya perusahaan;
- Masyarakat, untuk mengetahui kontribusi perusahaan pada perekonomian nasional, jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan terhadap investor domestik
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hadirnya doktrin ini dimaksudkan untuk melindungi pemegang saham, kreditur perseroan dan pihak-pihak berkepentingan dari tindakan sewenang-wenang direksi dan komisaris perusahaan.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
- Zainal Asikin, Wira Pria Suharta. 2018. Pengantar Hukum Perusahaan. Ctk Kedua. Depok: Prenadamedia Grup
- Suryahartati, D. (2013). Doktrin Ultra Vires (Perspektif Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas). INOVATIF| Jurnal Ilmu Hukum, 6(7).
- Sjawie, H. F. (2017). Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terbatas Atas Tindakan Ultra Vires. Jurnal Hukum Prioris, 6(1).

