Pada akhir Agustus 2024 lalu, PT MD Entertainment Tbk (“FILM”) dan PT Net Visi Media Tbk (“NETV”) dikabarkan telah menandatangani serangkaian dokumen transaksi material dalam proses pembelian saham NETV yang mengalihkan kendali perseroan NETV kepada FILM. Pengambilalihan (selanjutnya disebut akuisisi) diharapkan dapat menyelamatkan kelangsungan NETV yang terus merugi sekaligus memperkuat posisi FILM di sektor media dan hiburan. Hal ini menarik untuk dibahas karena adanya aksi korporasi berupa Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (“Penambahan Modal Tanpa HMETD”) atau Private Placement sebagai sumber pembiayaan FILM dalam mengakuisisi NETV.
Perlu terlebih dahulu dipahami bahwa FILM merupakan perusahaan terbuka, yang berarti saham FILM telah dilakukan penawaran umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Dalam melakukan penambahan modal, perusahaan terbuka memiliki opsi untuk menambah modal dengan memberikan HMETD kepada pemegang saham lama (Right Issue) atau tanpa HMETD sebab adanya pemegang saham baru (Private Placement).
Private Placement merupakan mekanisme penjualan saham secara langsung kepada investor atau lembaga tertentu tanpa transaksi di bursa saham dengan tujuan untuk memperbaiki posisi keuangan maupun bukan. Sederhananya, suatu perusahaan terbuka dapat melakukan penambahan modal dengan menjual saham baru kepada pihak yang ditunjuk langsung tanpa melalui penawaran umum. Dengan demikian, Private Placement terkesan lebih cepat dan efisien pelaksanaannya.
Private Placement diatur dalam Pasal 3 POJK 14/2019, bahwa kewajiban memberikan HMETD tidak berlaku dalam hal perusahaan terbuka melakukan penambahan modal melalui penerbitan saham dan/atau Efek Bersifat Ekuitas lainnya dalam rangka: (a) perbaikan posisi keuangan; (b) selain perbaikan posisi keuangan; (c) penerbitan Saham Bonus. Berkaca dari kebutuhan pembiayaan akuisisi, tujuan Private Placement FILM adalah untuk selain perbaikan posisi keuangan. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 109 angka 1 UU 6/2023 akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Dalam hal ini, FILM dianggap sebagai “pengendali” baru NETV karena nilai pembelian saham yang dilakukan mencapai 80,05% (delapan puluh koma nol lima persen) sehingga memenuhi kriteria dalam Pasal 1 angka 4 huruf a POJK 9/2018, yaitu lebih dari 50% (lima puluh persen) dari seluruh saham NETV.
Private Placement wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (1) POJK 14/2019. Jenis RUPS yang dilaksanakan untuk agenda Penambahan Modal Tanpa HMETD adalah RUPS Luar Biasa (“RUPSLB”) dan mengacu pada prosedur dalam POJK 15/2020. Lebih lanjut, perusahaan yang melakukan Private Placement, wajib mengumumkan informasi terkait pelaksanaan dan hasil pelaksanaan Private Placement kepada masyarakat serta memberitahukannya kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).
Sayangnya, Private Placement boleh jadi berdampak buruk bagi pemegang saham lama di perusahaan yang bersangkutan karena penerbitan saham baru akan menyebabkan dilusi saham atau penurunan persentase kepemilikan saham. Diberitakan bahwa, meski tidak terjadi perubahan jumlah saham, seluruh pemegang saham lama FILM tetap akan mengalami dilusi secara proporsional hingga 9,09% (sembilan koma nol sembilan persen). Maka dari itu, penerapan prinsip Keterbukaan menjadi krusial untuk melindungi pemegang saham minoritas, yaitu dengan melakukan transparansiinformasi perkiraan periode pelaksanaan Private Placement maupun analisis kondisi keuangan sebelum dan sesudah Private Placement serta pengaruhnya terhadap pemegang saham.
Private Placement yang dilakukan oleh FILM sejumlah setara dengan 10% (sepuluh persen) dari modal perusahaan, yang mana telah selaras dengan ketentuan dalam Pasal 8C ayat (1) POJK 14/2019 mengenai Private Placement bukan untuk perbaikan posisi keuangan. Saham Private Placement ini kemudian diserap oleh PT Permata Surya Gitatama dan PT Teladan Investama beralaskan Perjanjian Penyertaan Saham Bersyarat tertanggal 26 Agustus 2024. Lebih lanjut, dilansir dari kanal berita IDX, FILM akan melangsungkan RUPSLB pada hari Jumat tanggal 4 Oktober 2024 sebagai salah satu persyaratan Private Placement.
Pada dasarnya, akuisisi adalah tindakan wajar yang dapat dilakukan baik oleh perusahaan terbuka maupun perusahaan tertutup. Demikian pula dengan model pembiayaan akuisisi berbentuk Penambahan Modal Tanpa HMETD (Private Placement) yang telah diatur secara khusus dalam Peraturan OJK. Terlepas dari efisiensi pembiayaan dengan cara Private Placement, mekanisme ini berisiko bagi pemegang saham lama, khususnya pemegang saham minoritas. Oleh karenanya, perusahaan harus tahu betul jenis Private Placement apa yang hendak dilakukan untuk memastikan kesesuaian limitasi pelaksanaan Private Placement. Selain itu, keputusan RUPSLB juga berperan penting dalam menentukan terlaksana atau tidaknya Private Placement.
Referensi
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU 6/2023”);
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka (“POJK 9/2018”);
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/POJK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.04/2015 tentang Penambahan Modal Perusahaan Terbuka dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (“POJK 14/2019”);
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2020 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka (“POJK 15/2020”).

