Jenis Kreditur Dalam Kepailitan

Dalam Kepailitan di Indonesia, pailit dapat dimintakan oleh debitur secara langsung (Voluntary Petition) atau diajukan oleh kreditur. Pailit yang diajukan oleh kreditur memiliki syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan kepailitan terhadap debitur. Syarat tersebut
diatur di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (UU 37/2004) Pasal 2 ayat (1), yang berbunyi “Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya”.

Kemudian, di dalam penjelasan pasal tersebut, diketahui jika kreditur ada tiga jenis, yaitu kreditur preferen, kreditur separatis, dan kreditur konkuren. Dimana urutan kreditur tersebut didasarkan dari mana yang harus didahulukan pembayarannya oleh kurator, yang
mana pada Pasal 1133 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), ditegaskan pula mengenai adanya kreditur yang didahulukan karena hak istimewa, gadai, dan hipotik.

  • Kreditur Preferen

Kreditur preferen merupakan kreditur yang didahulukan karena hak istimewa yang sah secara hukum karena undang-undang atau putusan pengadilan. Kreditur preferen dalam kepailitan berupa pembayaran upah buruh, biaya kurator atau
pengurus, dan pajak. Upah buruh merupakan pembayaran yang harus paling diutamakan dalam pembayaran oleh debitur. Hal ini didasarkan pada Pasal 1499 KUHPerdata yang mengkategorikan tagihan upah buruh sebagai hak istimewa umum yang harus
didahulukan, yang mana juga diatur dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Didahulukannya upah buruh juga dikuatkan kembali dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PU-XI/201 yang menjelaskan “Pembayaran upah pekerja/buruh yang terutang pembayaran upah pekerja/buruh yang terutang didahulukan atas semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditur separatis, tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, sedangkan pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang, dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditur separatis”.

Kemudian kedua, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 21 ayat (1) dijelaskan jika negara memiliki hak preferen untuk didahulukan dari barang-barang milik penanggung pajak yang akan dilelang di depan umum. Pendahuluan oleh negara tersebut berupa pembayaran pajak yang harus didahulukan daripada kreditur lainnya. Ketiga adalah pembayaran kepada kurator dalam kepailitan. Pendahuluan pembayaran kurator diatur di dalam UU 37/2004 Pasal 18 ayat (3) yang menegaskan jika pembayaran kepada kurator harus didahulukan daripada pembayaran kreditur lain yang tidak memiliki hak agunan. Ketiga kreditur yang menjadi klasifikasi kreditur preferen harus diutamakan terlebih dahulu dalam pelunasannya daripada kreditur yang lain, yang mana harus dipastikan dapat dibayarkan oleh debitur.

  • Kreditur Separatis

Kreditur separatis merupakan kreditur yang memiliki hak agunan atau kebendaan sebagai jaminan atas piutang mereka. Kreditur separatis dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pemegang Hak Gadai, yang merupakan jaminan atas benda bergerak dan benda tersebut dikuasai kreditur (Pasal 1150 s/d Pasal 1160 KUHPerdata);
b. Pemegang Hak Fidusia, yang merupakan jaminan pada benda bergerak dan tidak bergerak yang bendanya tetap dikuasai debitur (UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia);
c. Pemegang Hak Hipotik Kapal (UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan);
d. Pemegang Hak Tanggungan (Pasal 1162 s/d Pasal 1232 KUHPerdata);
e. Resi Gudang (UU No. 9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi Gudang).

Kreditur separatis di dalam kepailitan memiliki kelebihan untuk dapat mengeksekusi terlebih dahulu hak agunan atau jaminan yang dimilikinya dengan seolah-olah tidak terjadi kepailitan sesuai dengan UU 37/2004 Pasal 55 ayat (1). Kemudian, dalam Pasal 138 kreditur separatis juga dapat menagih kembali tagihannya yang kurang dengan menjadi seperti kreditur konkuren jika jaminan yang sudah dijual tidak mencukupi untuk melunasi seluruh utang debitur. Kreditur separatis dibayarkan piutangnya setelah kreditur preferen.

  • Kreditur Konkuren

Kreditur konkuren merupakan kreditur yang paling terakhir pembayarannya di dalam kepailitan, yaitu setelah pembayaran kreditur preferen dan kreditur separatis. Hal ini dikarenakan kreditur konkuren merupakan kreditur yang tidak memiliki jaminan kebendaan atas piutangnya, tetapi kreditur konkuren tetap memiliki hak untuk menagih piutang. Dalam praktik peradilan, seringkali kreditur konkuren tidak mendapatkan pelunasan dari piutangnya. Kreditur konkuren tidak memiliki jaminan atas piutangnya agar terbayarkan semuanya sehingga tidak dapat berbuat apa-apa untuk dapat terlunasi semua utangnya. Oleh karena itu, kreditur konkuren merupakan kreditur yang harus
turut aktif dalam proses persidangan dalam kepailitan.

Berdasarkan pemaparan di atas, jenis-jenis kreditur didalam kepailitan tersebut membedakan urutan pelunasan utang debitur dalam proses likuidasi. Jenis kreditur tersebut juga menjadi pembeda dalam proses selama persidangan kepailitan, yang mana setiap
kreditur memiliki hak-hak yang berbeda. Urutan pelunasan kreditur dalam kepailitan, yaitu upah pekerja, pajak negara, imbalan jasa kurator, kreditur separatis, dan terakhir kreditur konkuren yang tidak memiliki jaminan apapun. Diharapkan saat dalam proses kepailitan
dan menjadi kreditur dapat memahami mengenai posisi hukum dari kreditur dan bagaimana tindakannya.

Referensi

  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
  • Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  • Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
  • Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PU-XI/201 Tahun 2013
  • Mantili, R., & Dewi, P. E. T. (2020). Perlindungan Kreditor Konkuren Dalam Hukum Kepailitan. Jurnal Akses, 12(2), 97-108.
  • Saputra, I. E. (2020). Kedudukan Hukum Kreditor Preferen Pajak dan Kreditor Preferen Buruh dalam Proses Kepailitan. Al-Ishlah: Jurnal Ilmiah Hukum, 23(2), 155-166.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *