Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengartikan advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan dengan berlandaskan nilai-nilai dalam kode etik advokat dan berdasarkan ketentuan undang-undang. Pasal 1 angka 2 dalam Undang-Undang Advokat juga menjelaskan bahwa jasa hukum adalah jasa yang diberikan oleh seorang advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Advokat dalam rangka memberikan jasa hukum untuk membela, mempertahankan, dan melindungi hak-hak kliennya seringkali melaksanakan berbagai macam tindakan hukum seperti mewakili klien untuk melakukan perundingan, melayangkan somasi, memberikan pernyataan dan membuat pengumuman di media cetak maupun media daring, mendampingi klien dalam membuat laporan polisi, dan tindakan-tindakan hukum lainnya. Tindakan ini sebenarnya membuat advokat sangat rentan untuk dijerat secara pidana maupun perdata seperti tindak pidana pasal penghinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310. Pasal 311, dan Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), rentan dijerat pula dengan tindak pidana atas perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 335 KUHP serta dapat dituntut pula secara perdata karena perbuatan melawan hukum sebagaimana Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Atas dasar hal tersebutlah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat memberikan perlindungan bagi advokat dalam Pasal 16 dimana seorang advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. Perlindungan ini kemudian diperkuat dengan hadirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 dimana perlindungan ini tidak hanya diberikan kepada advokat yang membela, mempertahankan, dan melindungi hak-hak klien di dalam sidang pengadilan, namun di luar sidang pengadilan pula.
Pasal 16 Undang-Undang Advokat tersebut juga menyebutkan “itikad baik” bagi profesi advokat dalam rangka menjalankan tugasnya. Penjelasan Pasal 16 menyatakan yang dimaksud dengan itikad baik adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan kliennya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tolak ukur “itikad baik” ini ketika seorang advokat menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar hukum.
Contoh Kasus Status Tersangka Advokat Tony Budijaja
Tony Budidjaja sebagai seorang advokat yang mewakili Vinmar Overseas Ltd., terkait penanganan kasus sengketa aset antara Vinmar Overseas Ltd. dengan PT Sumi Asih. Sengketa ini berawal dari putusan Internasional Centre for Dispute Resolution (ICDR) yang memerintahkan PT Sumi Asih untuk membayar sejumlah kewajiban kepada Vinmar Overseas Ltd. Pengadilan Jakarta Pusat menerapkan putusan ini untuk melakukan sita eksekusi melalui PN Bekasi. Namun eksekusi terhadap aset PT Sumi Asih ini mengalami kendala dikarenakan penolakan dari PT Sumi Asih yang mendasarkan alasan adanya perbedaan nama perusahaan dengan PT Sumi Asih Oleochemical Industry. Pengadilan menolak alasan tersebut dan Mahkamah Agung dalam putusan peninjauan kembali menegaskan kewajiban PT Sumi Asih untuk melaksanakan putusan ICDR.
Ketidakpatuhan PT Sumi Asih terhadap perintah eksekusi membuat pihak Vinmar Overseas Ltd. mengajukan permohonan perlindungan hukum ke Mabes Polri, dalam hal ini Tony Budidjaja sebagai advokat mewakili Vinmar Overseas Ltd. resmi melaporkan permasalahan ini ke Mabes Polri. Namun pada tahun 2023, Tony Budidjaja malah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pengaduan palsu dan/atau pengaduan fitnah sebagaimana diatur dalam Pasal 220 KUHP dan/atau Pasal 312 KUHP.
Tuntutan Pidana Terhadap Advokat yang Menjalankan Tugasnya
Penetapan tersangka atas Tony Budidjaja tentu sangat mengherankan karena sudah jelas dalam Undang-Undang Advokat bahwa advokat memiliki imunitas untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata apabila sedang menjalankan tugasnya dengan itikad baik. Itikad baik ini memiliki tolak ukur ketika seorang advokat menjalankan profesinya sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak melanggar hukum. Atas dasar inilah sudah sepatutnya penetapan tersangka atas Tony Budidjaja tidak dapat dilakukan karena imunitas advokat ini.
Tindakan Tony Budidjaja untuk mengajukan permohonan perlindungan hukum dengan secara resmi melaporkan permasalahan ini ke Mabes Polri atas dasar PT Sumi Asih yang menolak untuk membayarkan sejumlah kewajiban kepada Vinmar Overseas Ltd. adalah sesuai dengan itikad baik profesi advokat untuk membela, mempertahankan, dan melindungi hak-hak kliennya adalah sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak melanggar hukum. Sehingga mentersangkakan Tony Budidjaja menjadi suatu kesalahan.
Seharusnya, Tony Budidjaja sebagai advokat haruslah dibedakan antara yang bertindak sebagai kuasa hukum dalam menjalankan tugasnya dengan advokat yang bertindak di luar tugas dan profesinya. Jika laporan yang dibuat terkait dengan pembelaan klien maka advokat sudah sepatutnya memiliki perlindungan hukum, namun jika dibuktikan lain memiliki itikad buruk maka kekebalan menurut Undang-Undang Advokat tidak dapat melindunginya.
Pasal 16 Undang-Undang Advokat menyatakan bahwa seorang advokat yang menjalankan tugasnya untuk membela, mempertahankan, dan melindungi hak-hak kliennya dengan itikad baik tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Itikad baik ini memiliki tolak ukur bahwa dalam menjalankan tugasnya, advokat haruslah berdasar pada peraturan perundang-undangan dan tidak melanggar hukum. Melihat kasus Tony Budidjaja yang menjadi tersangka dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 220 dan/atau Pasal 317 KUHP sudah sepatutnya merupakan suatu kesalahan berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Advokat tersebut.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013